Kata orang bijak, kalau mau memperbaiki diri buatlah rencana
dan…beraksi. Begitu pula dalam fotografi. Jika FK-wan ingin memperbaiki
kualitas fotografi Anda, ada beberapa hal yang harus/bisa dilakukan.
1. Pelajari dengan baik fungsi dan fitur kamera FK-wan
Berapa banyak dari kita yang membaca buku manual kamera? Sedikit sekali. Apa pun kamera Anda, sebaiknya baca secara tuntas semua fungsi, dan bagaimana cara menggunakannya untuk mendapatkan hasil terbaik. Tidak masalah apakah kamera DSLR, kamera saku, atau kamera ponsel, pemahaman akan cara kerjanya dan apa yang bisa FK-wan lakukan dengan kamera dapat membantu Anda menggunakannya dengan efektif.
Jika Anda tidak punya banyak waktu untuk membaca buku manual secara tuntas, coba cari hal-hal yang baru bagi Anda. Bisa juga via website atau blog. Siapa tahu ada yang sudah mereview kamera Anda. Lakukan pencarian dengan Google, mungkin ada hal-hal menarik yang diulas di sana, yang tidak ada dalam buku manual.
2. Baca tutorial setiap hari
Buatlah komitmen untuk meluangkan waktu membaca (dan mempraktikkan) tutorial setiap hari. Ada ratusan, bahkan ribuan, blog fotografi yang menulis panduan dan tutorial yang akan mengajari Anda hal-hal baru.
3. Memotret still life di rumah
Seorang fotografer top pernah berkata, “kalau ingin mendapatkan foto bagus, cobalah keluar rumah.” Kata-kata itu ada benarnya. Tapi untuk mengasah skill-skill dasar, cobalah dulu membuat sesi still life…di dalam rumah atau kamar FK-wan sendiri. FK-wan bisa memotret benda-benda seperti bunga, makanan, perhiasan, mainan, atau apa pun. Praktikkan teknik-teknik seperti komposisi dan pencahayaan. Selain menghemat biaya perjalanan, cara ini juga menghemat waktu.
4. Lakukan photowalk di kota Anda
Jika ada kesempatan untuk berjalan-jalan di sekitar rumah atau kota tempat tinggal Anda, lakukanlah. FK-wan mungkin sudah ribuan kali melewati suatu tempat tertentu dan tidak pernah berpikir untuk menjadikannya subjek foto. Ini salah satu cara melatih kepekaan. Bakal banyak sekali peluang atau kemungkinan yang bisa difoto dalam lingkup kota. (Baca juga kiat memotret kota.)
5. Keluar pada pagi dan sore hari
Jika ada hal yang patut diburu oleh seorang fotografer, itulah golden hours. Pagi hari, waktu dengan cahaya masih lembut adalah pukul 5.30-8.00. Sedangkan pada sore hari sekitar pukul 16.00-18.30. Jika FK-wan seorang pekerja kantoran, golden hours bisa dimanfaatkan untuk memotret kondisi lalu lintas di pagi hari, atau suasana di terminal atau titik-titik arus manusia lainnya untuk mendapatkan nuansa street photography.
6. Belajar bersabar
Terutama jika berurusan dengan fotografi lanskap atau travel. FK-wan perlu menunggu untuk mendapatkan cuaca yang baik, atau posisi spesifik matahari. Jika saja kesabaran ini dilatih terus, kemungkinan untuk mendapatkan hasil yang bagus semakin besar.
7. Temukan perspektif yang unik
Kadangkala, foto yang menarik datang dari perspektif yang menarik. Subjek yang klise bahkan bisa dibuat menarik dengan angle yang unik dan kreatif. Cobalah memotret dengan ground level (atau frog eye) ketimbang eye level, gunakan tangga untuk mendapat sudut yang ekstrem, dan banyak cara lainnya. Pelajari juga beragam angle yang mungkin dilakukan.
8. Mulai gunakan tripod
Kegunaan tripod bukan hanya untuk menjaga kamera tetap “steady” sehingga menghasilkan foto yang tajam, melainkan ada keuntungan tersembunyi lain. Dengan menggunakan tripod, Anda “dipaksa” untuk bekerja dengan lebih hati-hati. Anda akan membutuhkan waktu untuk mendapatkan komposisi yang benar, dan bakal berpikir lebih banyak. Dengan tripod, Anda juga bisa bereksperimen dengan teknik long exposure. Beberapa tripod memang mahal, tapi untuk belajar tidak perlu beli yang terlalu canggih.
9. Langgar kebiasaan-kebiasaan Anda
Kebanyakan dari kita memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu dalam memotret: subjek yang biasa kita ambil, waktu yang kita pilih, lokasi, komposisi, sampai alur kerja pascaproduksi. Cobalah sesekali melanggar kebiasaan itu agar Anda mengenal hal baru dan mencoba hal baru. Jangan-jangan hal baru justru memperbaiki kelemahan Anda. Misal, jika Anda selalu memotret saat pagi hari, cobalah sore hari. Jangan-jangan Anda justru lebih “akrab” dengan cahaya jingga.
10. Minta masukan/kritik
Kunci untuk memperbaiki diri adalah mendapatkan masukan dari orang lain. Anda bisa melakukannya dengan menanyakan pendapat teman dan keluarga, apa yang mereka suka/tidak suka dari foto Anda. Saat ini, banyak pula medium untuk mendapatkan feedback dari orang, salah satunya ya lewat Fotokita.net ini.
Tambahan: 11. memotret, memotret, dan terus memotret
Anda tidak akan pernah bisa memperbaiki diri jika malas memotret. Jadi, sering-seringlah memotret.
(Sumber: Picturecorrect.com, diolah)
Foto oleh Bastian AS/Fotokita.net
Berapa banyak dari kita yang membaca buku manual kamera? Sedikit sekali. Apa pun kamera Anda, sebaiknya baca secara tuntas semua fungsi, dan bagaimana cara menggunakannya untuk mendapatkan hasil terbaik. Tidak masalah apakah kamera DSLR, kamera saku, atau kamera ponsel, pemahaman akan cara kerjanya dan apa yang bisa FK-wan lakukan dengan kamera dapat membantu Anda menggunakannya dengan efektif.
Jika Anda tidak punya banyak waktu untuk membaca buku manual secara tuntas, coba cari hal-hal yang baru bagi Anda. Bisa juga via website atau blog. Siapa tahu ada yang sudah mereview kamera Anda. Lakukan pencarian dengan Google, mungkin ada hal-hal menarik yang diulas di sana, yang tidak ada dalam buku manual.
2. Baca tutorial setiap hari
Buatlah komitmen untuk meluangkan waktu membaca (dan mempraktikkan) tutorial setiap hari. Ada ratusan, bahkan ribuan, blog fotografi yang menulis panduan dan tutorial yang akan mengajari Anda hal-hal baru.
3. Memotret still life di rumah
Seorang fotografer top pernah berkata, “kalau ingin mendapatkan foto bagus, cobalah keluar rumah.” Kata-kata itu ada benarnya. Tapi untuk mengasah skill-skill dasar, cobalah dulu membuat sesi still life…di dalam rumah atau kamar FK-wan sendiri. FK-wan bisa memotret benda-benda seperti bunga, makanan, perhiasan, mainan, atau apa pun. Praktikkan teknik-teknik seperti komposisi dan pencahayaan. Selain menghemat biaya perjalanan, cara ini juga menghemat waktu.
4. Lakukan photowalk di kota Anda
Jika ada kesempatan untuk berjalan-jalan di sekitar rumah atau kota tempat tinggal Anda, lakukanlah. FK-wan mungkin sudah ribuan kali melewati suatu tempat tertentu dan tidak pernah berpikir untuk menjadikannya subjek foto. Ini salah satu cara melatih kepekaan. Bakal banyak sekali peluang atau kemungkinan yang bisa difoto dalam lingkup kota. (Baca juga kiat memotret kota.)
5. Keluar pada pagi dan sore hari
Jika ada hal yang patut diburu oleh seorang fotografer, itulah golden hours. Pagi hari, waktu dengan cahaya masih lembut adalah pukul 5.30-8.00. Sedangkan pada sore hari sekitar pukul 16.00-18.30. Jika FK-wan seorang pekerja kantoran, golden hours bisa dimanfaatkan untuk memotret kondisi lalu lintas di pagi hari, atau suasana di terminal atau titik-titik arus manusia lainnya untuk mendapatkan nuansa street photography.
6. Belajar bersabar
Terutama jika berurusan dengan fotografi lanskap atau travel. FK-wan perlu menunggu untuk mendapatkan cuaca yang baik, atau posisi spesifik matahari. Jika saja kesabaran ini dilatih terus, kemungkinan untuk mendapatkan hasil yang bagus semakin besar.
7. Temukan perspektif yang unik
Kadangkala, foto yang menarik datang dari perspektif yang menarik. Subjek yang klise bahkan bisa dibuat menarik dengan angle yang unik dan kreatif. Cobalah memotret dengan ground level (atau frog eye) ketimbang eye level, gunakan tangga untuk mendapat sudut yang ekstrem, dan banyak cara lainnya. Pelajari juga beragam angle yang mungkin dilakukan.
8. Mulai gunakan tripod
Kegunaan tripod bukan hanya untuk menjaga kamera tetap “steady” sehingga menghasilkan foto yang tajam, melainkan ada keuntungan tersembunyi lain. Dengan menggunakan tripod, Anda “dipaksa” untuk bekerja dengan lebih hati-hati. Anda akan membutuhkan waktu untuk mendapatkan komposisi yang benar, dan bakal berpikir lebih banyak. Dengan tripod, Anda juga bisa bereksperimen dengan teknik long exposure. Beberapa tripod memang mahal, tapi untuk belajar tidak perlu beli yang terlalu canggih.
9. Langgar kebiasaan-kebiasaan Anda
Kebanyakan dari kita memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu dalam memotret: subjek yang biasa kita ambil, waktu yang kita pilih, lokasi, komposisi, sampai alur kerja pascaproduksi. Cobalah sesekali melanggar kebiasaan itu agar Anda mengenal hal baru dan mencoba hal baru. Jangan-jangan hal baru justru memperbaiki kelemahan Anda. Misal, jika Anda selalu memotret saat pagi hari, cobalah sore hari. Jangan-jangan Anda justru lebih “akrab” dengan cahaya jingga.
10. Minta masukan/kritik
Kunci untuk memperbaiki diri adalah mendapatkan masukan dari orang lain. Anda bisa melakukannya dengan menanyakan pendapat teman dan keluarga, apa yang mereka suka/tidak suka dari foto Anda. Saat ini, banyak pula medium untuk mendapatkan feedback dari orang, salah satunya ya lewat Fotokita.net ini.
Tambahan: 11. memotret, memotret, dan terus memotret
Anda tidak akan pernah bisa memperbaiki diri jika malas memotret. Jadi, sering-seringlah memotret.
(Sumber: Picturecorrect.com, diolah)
Salah
seorang mentor saya pernah mengatakan bahwa saat ini fotografi sudah
menjadi milik publik. Hal ini merujuk kepada kepemilikan alat. Pada era
fotografi film, hanya segelintir orang yang memiliki kamera karena saat
itu fotografi dinilai sangat mahal, baik alat maupun proses cuci cetak
(termasuk harga roll film). Sekarang banyak kalangan yang bisa menikmati
fotografi dari berbagai gadget, baik DSLR maupun jenis kamera
pocket/compact.

Profesi fotografer pun sekarang sepertinya menjadi predikat semua orang yang memegang kamera. Tuntutan fotografer di era modern ini jauh lebih kompleks karena kita hidup di era teknologi. Sebagai fotografer yang rajin menabung untuk masa depan, kita harus belajar bidang lain yang berkaitan dengan fotografi. Salah satunya adalah multimedia. Mari kita kupas mengapa multimedia penting bagi fotografer.
Seperti biasa, mengerti arti kata multimedia sangat penting. Multimedia itu bisa jadi sebuah produk yang berasal dari banyak media. Menurut BBC, multi media adalah suatu kombinasi dari komponen text, audio, visual serta video (gambar gerak). Sudah jelas bahwa fotografi masuk dalam komponen visual. Dari segi produk, fotografi sendiri sudah bisa berdiri sendiri dengan output berupa foto.
Saya lebih tertarik untuk menarik keluar 4 komponen dari arti multimedia, yaitu text, audio, visual serta video, karena mereka itulah media bisa dimaksimalkan (baik terpisah ataupun serempak) untuk menyampaikan pesan khalayak luas.
Fotografer sebagai produsen visual harus menyadari bahwa hidup di era digital harus selalu mengasah kemampuan non fotografis untuk bisa bersaing dengan fotografer di seluruh dunia. Untuk itu seorang fotografer harus menguasai 4 komponen tersebut, dan tidak mudah untuk mempelajari semua elemen tersebut. Pengalaman bisa menjadi guru yang baik. Mencoba dan melakukan kesalahan bisa menjadi pelajaran. Disiplin bisa menjadi cara ampuh untuk menguasai 4 elemen tersebut.
Lalu kemanakah text-text yang sudah dibuat itu muncul? Paling simpel dan memungkinkan adalah di BLOG. Menghadirkan tulisan-tulisan di tengah-tengah kesibukan menjadi seorang jurnalis memang sangat sulit. Namun sekali lagi, tidak ada salahnya dicoba. Banyak foto jurnalis di dunia ini menyempatkan waktunya untuk mengisi blog sebagai rumah pribadi untuk tulisan-tulisan personal mereka. Anda mengenal John Stanmeyer? Simak blognya disini. Dia menuliskan banyak pengalamannya saat liputan di belahan dunia dan banyak hal yang bisa kita petik pelajaran dari blognya John Stanmeyer yang dimulai tahun 2011 ini.
Berarti seorang fotografer harus belajar mengedit audio dalam software tertentu. Terus terang, saya belum pernah belajar secara spesifik tentang audio dan recording. Mencari tahu di Google adalah jalan tengahnya, selalu ada cara untuk mengembangkan diri.
Jaman ini jaman edan, dimana 300 juta foto di upload di Facebook. Sebuah konsumsi visual yang gila bukan? Berapa foto yang ter upload di internet jika FB sudah menyumbang 300 juta? Sisi baiknya adalah semakin banyak literasi visual dari website-website bermutu yang akan menjadi sumber referensi, motivasi dan inovasi dalam fotografi.
Dari cerita ini dapat ditarik pelajaran bahwa pengetahuan akan alat sangat penting untuk seorang fotografer. Tidak perlu memilikinya, saya tahu menu-menu kamera medium format juga dari YouTube.
Tetap semangat
2w_^
- See more at: http://www.infofotografi.com/blog/2013/02/skill-pendukung-fotografer-di-era-modern/#sthash.qGHwnnqq.dpuf
Salah
seorang mentor saya pernah mengatakan bahwa saat ini fotografi sudah
menjadi milik publik. Hal ini merujuk kepada kepemilikan alat. Pada era
fotografi film, hanya segelintir orang yang memiliki kamera karena saat
itu fotografi dinilai sangat mahal, baik alat maupun proses cuci cetak
(termasuk harga roll film). Sekarang banyak kalangan yang bisa menikmati
fotografi dari berbagai gadget, baik DSLR maupun jenis kamera
pocket/compact.Profesi fotografer pun sekarang sepertinya menjadi predikat semua orang yang memegang kamera. Tuntutan fotografer di era modern ini jauh lebih kompleks karena kita hidup di era teknologi. Sebagai fotografer yang rajin menabung untuk masa depan, kita harus belajar bidang lain yang berkaitan dengan fotografi. Salah satunya adalah multimedia. Mari kita kupas mengapa multimedia penting bagi fotografer.
Seperti biasa, mengerti arti kata multimedia sangat penting. Multimedia itu bisa jadi sebuah produk yang berasal dari banyak media. Menurut BBC, multi media adalah suatu kombinasi dari komponen text, audio, visual serta video (gambar gerak). Sudah jelas bahwa fotografi masuk dalam komponen visual. Dari segi produk, fotografi sendiri sudah bisa berdiri sendiri dengan output berupa foto.
Saya lebih tertarik untuk menarik keluar 4 komponen dari arti multimedia, yaitu text, audio, visual serta video, karena mereka itulah media bisa dimaksimalkan (baik terpisah ataupun serempak) untuk menyampaikan pesan khalayak luas.
Fotografer sebagai produsen visual harus menyadari bahwa hidup di era digital harus selalu mengasah kemampuan non fotografis untuk bisa bersaing dengan fotografer di seluruh dunia. Untuk itu seorang fotografer harus menguasai 4 komponen tersebut, dan tidak mudah untuk mempelajari semua elemen tersebut. Pengalaman bisa menjadi guru yang baik. Mencoba dan melakukan kesalahan bisa menjadi pelajaran. Disiplin bisa menjadi cara ampuh untuk menguasai 4 elemen tersebut.
Text
Fotografer jurnalis memang sudah akrab dengan text, karena dalam setiap foto tunggal harus menulis caption, ataupun harus menulis naskah pendek untuk melengkapi foto essay/story. Mulai dari menulis caption, bisa dikembangkan menjadi sebuah cerita pendek. Dari sebuah cerita pendek, bisa diubah menjadi sebuah tulisan reportase. Dari sebuah tulisan reportase, bisa diubah menjadi tulisan opini. Dasar menulis sudah mengakar di seorang fotografer, dan itu yang harus dikembangkan. Bukankah menyenangkan mengembangkan potensi untuk mendukung kegiatan fotografi kita?Lalu kemanakah text-text yang sudah dibuat itu muncul? Paling simpel dan memungkinkan adalah di BLOG. Menghadirkan tulisan-tulisan di tengah-tengah kesibukan menjadi seorang jurnalis memang sangat sulit. Namun sekali lagi, tidak ada salahnya dicoba. Banyak foto jurnalis di dunia ini menyempatkan waktunya untuk mengisi blog sebagai rumah pribadi untuk tulisan-tulisan personal mereka. Anda mengenal John Stanmeyer? Simak blognya disini. Dia menuliskan banyak pengalamannya saat liputan di belahan dunia dan banyak hal yang bisa kita petik pelajaran dari blognya John Stanmeyer yang dimulai tahun 2011 ini.
Audio
Sewaktu bekerja dengan John Stanmeyer, saya pertama kali mengetahui bahwa dia selalu merekam apa yang terjadi saat dia motret. Hal tersebut populer dengan sebutan field recording. Apa tujuan dari field recording tersebut? Menurut saya melihat slide show dengan musik tertentu itu sangat mengasyikkan, namun ada satu hal yang mengganjal. Copyright lagu adalah tembok utama ketika kita ingin upload slide show foto kita di internet. Salah satu cara yang paling unik adalah dengan menghadirkan field recording sebagai pengganti music pada slide show foto.Berarti seorang fotografer harus belajar mengedit audio dalam software tertentu. Terus terang, saya belum pernah belajar secara spesifik tentang audio dan recording. Mencari tahu di Google adalah jalan tengahnya, selalu ada cara untuk mengembangkan diri.
Visual
Sebuah elemen dasar dari seorang fotografer adalah visual. Fotografer harus sadar, paham dan mengerti bahwasanya foto yang dihasilkannya adalah sebuah bahasa visual yang seharusnya mudah dipahami oleh khalayak luas. Selalu terdapat pesan tersirat maupun tersurat dalam sebuah foto. Kendali dalam 2 sifat pesan tersebut terletak pada fotografer, dalam artian bagaimana cara penyajian fotografer kepada khalayak? Jika ingin disajikan ke belahan dunia luas, apakah elemen visual yang ada di dalam foto sudah bisa diterima orang-orang di negara lain, yang notabene diwakili oleh seorang editor foto?Jaman ini jaman edan, dimana 300 juta foto di upload di Facebook. Sebuah konsumsi visual yang gila bukan? Berapa foto yang ter upload di internet jika FB sudah menyumbang 300 juta? Sisi baiknya adalah semakin banyak literasi visual dari website-website bermutu yang akan menjadi sumber referensi, motivasi dan inovasi dalam fotografi.
Video (gambar gerak)
Kamera DSLR kita sudah dilengkapi kemampuan merekam dalam format HD adalah sebuah nilai plus dari seorang fotografer. Bisa menghasilkan sebuah video reportase lengkap beserta foto-foto mungkin akan menjadi keharusan di masa mendatang. Bukan hanya video, gambar gerak seperti time lapse juga menarik untuk dikaji sebagai salah satu media penyampai informasi dengan cara yang unik.Tambahan
Apa yang terjadi jika suatu saat anda menerima job, namun setelah di lapangan klien anda memberikan Anda kamera medium format? Padahal anda sudah membawa kamera DSLR full frame? Tidak semua fotografer dapat mengoperasikan semua jenis kamera, dan itu pengalaman yang terjadi saat saya bekerja sebagai asisten salah seorang fotografer di Sydney. Dia tidak bisa menggunakan kamera medium format. Untung saya sudah pernah memakai kamera medium format sebelumnya, meskipun tidak terlalu mahir. Saya pun langsung betulin semua settingnya dan bos saya sudah tinggal jepret saja.Dari cerita ini dapat ditarik pelajaran bahwa pengetahuan akan alat sangat penting untuk seorang fotografer. Tidak perlu memilikinya, saya tahu menu-menu kamera medium format juga dari YouTube.
Kesimpulan
4 skill diatas adalah pembeda Anda dengan yang lain.Tetap semangat
2w_^
- See more at: http://www.infofotografi.com/blog/2013/02/skill-pendukung-fotografer-di-era-modern/#sthash.qGHwnnqq.dpuf
Profesi fotografer pun sekarang sepertinya menjadi predikat semua orang yang memegang kamera. Tuntutan fotografer di era modern ini jauh lebih kompleks karena kita hidup di era teknologi. Sebagai fotografer yang rajin menabung untuk masa depan, kita harus belajar bidang lain yang berkaitan dengan fotografi. Salah satunya adalah multimedia. Mari kita kupas mengapa multimedia penting bagi fotografer.
Seperti biasa, mengerti arti kata multimedia sangat penting. Multimedia itu bisa jadi sebuah produk yang berasal dari banyak media. Menurut BBC, multi media adalah suatu kombinasi dari komponen text, audio, visual serta video (gambar gerak). Sudah jelas bahwa fotografi masuk dalam komponen visual. Dari segi produk, fotografi sendiri sudah bisa berdiri sendiri dengan output berupa foto.
Saya lebih tertarik untuk menarik keluar 4 komponen dari arti multimedia, yaitu text, audio, visual serta video, karena mereka itulah media bisa dimaksimalkan (baik terpisah ataupun serempak) untuk menyampaikan pesan khalayak luas.
Fotografer sebagai produsen visual harus menyadari bahwa hidup di era digital harus selalu mengasah kemampuan non fotografis untuk bisa bersaing dengan fotografer di seluruh dunia. Untuk itu seorang fotografer harus menguasai 4 komponen tersebut, dan tidak mudah untuk mempelajari semua elemen tersebut. Pengalaman bisa menjadi guru yang baik. Mencoba dan melakukan kesalahan bisa menjadi pelajaran. Disiplin bisa menjadi cara ampuh untuk menguasai 4 elemen tersebut.
Text
Fotografer jurnalis memang sudah akrab dengan text, karena dalam setiap foto tunggal harus menulis caption, ataupun harus menulis naskah pendek untuk melengkapi foto essay/story. Mulai dari menulis caption, bisa dikembangkan menjadi sebuah cerita pendek. Dari sebuah cerita pendek, bisa diubah menjadi sebuah tulisan reportase. Dari sebuah tulisan reportase, bisa diubah menjadi tulisan opini. Dasar menulis sudah mengakar di seorang fotografer, dan itu yang harus dikembangkan. Bukankah menyenangkan mengembangkan potensi untuk mendukung kegiatan fotografi kita?Lalu kemanakah text-text yang sudah dibuat itu muncul? Paling simpel dan memungkinkan adalah di BLOG. Menghadirkan tulisan-tulisan di tengah-tengah kesibukan menjadi seorang jurnalis memang sangat sulit. Namun sekali lagi, tidak ada salahnya dicoba. Banyak foto jurnalis di dunia ini menyempatkan waktunya untuk mengisi blog sebagai rumah pribadi untuk tulisan-tulisan personal mereka. Anda mengenal John Stanmeyer? Simak blognya disini. Dia menuliskan banyak pengalamannya saat liputan di belahan dunia dan banyak hal yang bisa kita petik pelajaran dari blognya John Stanmeyer yang dimulai tahun 2011 ini.
Audio
Sewaktu bekerja dengan John Stanmeyer, saya pertama kali mengetahui bahwa dia selalu merekam apa yang terjadi saat dia motret. Hal tersebut populer dengan sebutan field recording. Apa tujuan dari field recording tersebut? Menurut saya melihat slide show dengan musik tertentu itu sangat mengasyikkan, namun ada satu hal yang mengganjal. Copyright lagu adalah tembok utama ketika kita ingin upload slide show foto kita di internet. Salah satu cara yang paling unik adalah dengan menghadirkan field recording sebagai pengganti music pada slide show foto.Berarti seorang fotografer harus belajar mengedit audio dalam software tertentu. Terus terang, saya belum pernah belajar secara spesifik tentang audio dan recording. Mencari tahu di Google adalah jalan tengahnya, selalu ada cara untuk mengembangkan diri.
Visual
Sebuah elemen dasar dari seorang fotografer adalah visual. Fotografer harus sadar, paham dan mengerti bahwasanya foto yang dihasilkannya adalah sebuah bahasa visual yang seharusnya mudah dipahami oleh khalayak luas. Selalu terdapat pesan tersirat maupun tersurat dalam sebuah foto. Kendali dalam 2 sifat pesan tersebut terletak pada fotografer, dalam artian bagaimana cara penyajian fotografer kepada khalayak? Jika ingin disajikan ke belahan dunia luas, apakah elemen visual yang ada di dalam foto sudah bisa diterima orang-orang di negara lain, yang notabene diwakili oleh seorang editor foto?Jaman ini jaman edan, dimana 300 juta foto di upload di Facebook. Sebuah konsumsi visual yang gila bukan? Berapa foto yang ter upload di internet jika FB sudah menyumbang 300 juta? Sisi baiknya adalah semakin banyak literasi visual dari website-website bermutu yang akan menjadi sumber referensi, motivasi dan inovasi dalam fotografi.
Video (gambar gerak)
Kamera DSLR kita sudah dilengkapi kemampuan merekam dalam format HD adalah sebuah nilai plus dari seorang fotografer. Bisa menghasilkan sebuah video reportase lengkap beserta foto-foto mungkin akan menjadi keharusan di masa mendatang. Bukan hanya video, gambar gerak seperti time lapse juga menarik untuk dikaji sebagai salah satu media penyampai informasi dengan cara yang unik.Tambahan
Apa yang terjadi jika suatu saat anda menerima job, namun setelah di lapangan klien anda memberikan Anda kamera medium format? Padahal anda sudah membawa kamera DSLR full frame? Tidak semua fotografer dapat mengoperasikan semua jenis kamera, dan itu pengalaman yang terjadi saat saya bekerja sebagai asisten salah seorang fotografer di Sydney. Dia tidak bisa menggunakan kamera medium format. Untung saya sudah pernah memakai kamera medium format sebelumnya, meskipun tidak terlalu mahir. Saya pun langsung betulin semua settingnya dan bos saya sudah tinggal jepret saja.Dari cerita ini dapat ditarik pelajaran bahwa pengetahuan akan alat sangat penting untuk seorang fotografer. Tidak perlu memilikinya, saya tahu menu-menu kamera medium format juga dari YouTube.
Kesimpulan
4 skill diatas adalah pembeda Anda dengan yang lain.Tetap semangat
2w_^
- See more at: http://www.infofotografi.com/blog/2013/02/skill-pendukung-fotografer-di-era-modern/#sthash.qGHwnnqq.dpuf
Salah
seorang mentor saya pernah mengatakan bahwa saat ini fotografi sudah
menjadi milik publik. Hal ini merujuk kepada kepemilikan alat. Pada era
fotografi film, hanya segelintir orang yang memiliki kamera karena saat
itu fotografi dinilai sangat mahal, baik alat maupun proses cuci cetak
(termasuk harga roll film). Sekarang banyak kalangan yang bisa menikmati
fotografi dari berbagai gadget, baik DSLR maupun jenis kamera
pocket/compact.

Profesi fotografer pun sekarang sepertinya menjadi predikat semua orang yang memegang kamera. Tuntutan fotografer di era modern ini jauh lebih kompleks karena kita hidup di era teknologi. Sebagai fotografer yang rajin menabung untuk masa depan, kita harus belajar bidang lain yang berkaitan dengan fotografi. Salah satunya adalah multimedia. Mari kita kupas mengapa multimedia penting bagi fotografer.
Seperti biasa, mengerti arti kata multimedia sangat penting. Multimedia itu bisa jadi sebuah produk yang berasal dari banyak media. Menurut BBC, multi media adalah suatu kombinasi dari komponen text, audio, visual serta video (gambar gerak). Sudah jelas bahwa fotografi masuk dalam komponen visual. Dari segi produk, fotografi sendiri sudah bisa berdiri sendiri dengan output berupa foto.
Saya lebih tertarik untuk menarik keluar 4 komponen dari arti multimedia, yaitu text, audio, visual serta video, karena mereka itulah media bisa dimaksimalkan (baik terpisah ataupun serempak) untuk menyampaikan pesan khalayak luas.
Fotografer sebagai produsen visual harus menyadari bahwa hidup di era digital harus selalu mengasah kemampuan non fotografis untuk bisa bersaing dengan fotografer di seluruh dunia. Untuk itu seorang fotografer harus menguasai 4 komponen tersebut, dan tidak mudah untuk mempelajari semua elemen tersebut. Pengalaman bisa menjadi guru yang baik. Mencoba dan melakukan kesalahan bisa menjadi pelajaran. Disiplin bisa menjadi cara ampuh untuk menguasai 4 elemen tersebut.
Lalu kemanakah text-text yang sudah dibuat itu muncul? Paling simpel dan memungkinkan adalah di BLOG. Menghadirkan tulisan-tulisan di tengah-tengah kesibukan menjadi seorang jurnalis memang sangat sulit. Namun sekali lagi, tidak ada salahnya dicoba. Banyak foto jurnalis di dunia ini menyempatkan waktunya untuk mengisi blog sebagai rumah pribadi untuk tulisan-tulisan personal mereka. Anda mengenal John Stanmeyer? Simak blognya disini. Dia menuliskan banyak pengalamannya saat liputan di belahan dunia dan banyak hal yang bisa kita petik pelajaran dari blognya John Stanmeyer yang dimulai tahun 2011 ini.
Berarti seorang fotografer harus belajar mengedit audio dalam software tertentu. Terus terang, saya belum pernah belajar secara spesifik tentang audio dan recording. Mencari tahu di Google adalah jalan tengahnya, selalu ada cara untuk mengembangkan diri.
Jaman ini jaman edan, dimana 300 juta foto di upload di Facebook. Sebuah konsumsi visual yang gila bukan? Berapa foto yang ter upload di internet jika FB sudah menyumbang 300 juta? Sisi baiknya adalah semakin banyak literasi visual dari website-website bermutu yang akan menjadi sumber referensi, motivasi dan inovasi dalam fotografi.
Dari cerita ini dapat ditarik pelajaran bahwa pengetahuan akan alat sangat penting untuk seorang fotografer. Tidak perlu memilikinya, saya tahu menu-menu kamera medium format juga dari YouTube.
Tetap semangat
2w_^
- See more at: http://www.infofotografi.com/blog/2013/02/skill-pendukung-fotografer-di-era-modern/#sthash.qGHwnnqq.dpuf
Profesi fotografer pun sekarang sepertinya menjadi predikat semua orang yang memegang kamera. Tuntutan fotografer di era modern ini jauh lebih kompleks karena kita hidup di era teknologi. Sebagai fotografer yang rajin menabung untuk masa depan, kita harus belajar bidang lain yang berkaitan dengan fotografi. Salah satunya adalah multimedia. Mari kita kupas mengapa multimedia penting bagi fotografer.
Seperti biasa, mengerti arti kata multimedia sangat penting. Multimedia itu bisa jadi sebuah produk yang berasal dari banyak media. Menurut BBC, multi media adalah suatu kombinasi dari komponen text, audio, visual serta video (gambar gerak). Sudah jelas bahwa fotografi masuk dalam komponen visual. Dari segi produk, fotografi sendiri sudah bisa berdiri sendiri dengan output berupa foto.
Saya lebih tertarik untuk menarik keluar 4 komponen dari arti multimedia, yaitu text, audio, visual serta video, karena mereka itulah media bisa dimaksimalkan (baik terpisah ataupun serempak) untuk menyampaikan pesan khalayak luas.
Fotografer sebagai produsen visual harus menyadari bahwa hidup di era digital harus selalu mengasah kemampuan non fotografis untuk bisa bersaing dengan fotografer di seluruh dunia. Untuk itu seorang fotografer harus menguasai 4 komponen tersebut, dan tidak mudah untuk mempelajari semua elemen tersebut. Pengalaman bisa menjadi guru yang baik. Mencoba dan melakukan kesalahan bisa menjadi pelajaran. Disiplin bisa menjadi cara ampuh untuk menguasai 4 elemen tersebut.
Text
Fotografer jurnalis memang sudah akrab dengan text, karena dalam setiap foto tunggal harus menulis caption, ataupun harus menulis naskah pendek untuk melengkapi foto essay/story. Mulai dari menulis caption, bisa dikembangkan menjadi sebuah cerita pendek. Dari sebuah cerita pendek, bisa diubah menjadi sebuah tulisan reportase. Dari sebuah tulisan reportase, bisa diubah menjadi tulisan opini. Dasar menulis sudah mengakar di seorang fotografer, dan itu yang harus dikembangkan. Bukankah menyenangkan mengembangkan potensi untuk mendukung kegiatan fotografi kita?Lalu kemanakah text-text yang sudah dibuat itu muncul? Paling simpel dan memungkinkan adalah di BLOG. Menghadirkan tulisan-tulisan di tengah-tengah kesibukan menjadi seorang jurnalis memang sangat sulit. Namun sekali lagi, tidak ada salahnya dicoba. Banyak foto jurnalis di dunia ini menyempatkan waktunya untuk mengisi blog sebagai rumah pribadi untuk tulisan-tulisan personal mereka. Anda mengenal John Stanmeyer? Simak blognya disini. Dia menuliskan banyak pengalamannya saat liputan di belahan dunia dan banyak hal yang bisa kita petik pelajaran dari blognya John Stanmeyer yang dimulai tahun 2011 ini.
Audio
Sewaktu bekerja dengan John Stanmeyer, saya pertama kali mengetahui bahwa dia selalu merekam apa yang terjadi saat dia motret. Hal tersebut populer dengan sebutan field recording. Apa tujuan dari field recording tersebut? Menurut saya melihat slide show dengan musik tertentu itu sangat mengasyikkan, namun ada satu hal yang mengganjal. Copyright lagu adalah tembok utama ketika kita ingin upload slide show foto kita di internet. Salah satu cara yang paling unik adalah dengan menghadirkan field recording sebagai pengganti music pada slide show foto.Berarti seorang fotografer harus belajar mengedit audio dalam software tertentu. Terus terang, saya belum pernah belajar secara spesifik tentang audio dan recording. Mencari tahu di Google adalah jalan tengahnya, selalu ada cara untuk mengembangkan diri.
Visual
Sebuah elemen dasar dari seorang fotografer adalah visual. Fotografer harus sadar, paham dan mengerti bahwasanya foto yang dihasilkannya adalah sebuah bahasa visual yang seharusnya mudah dipahami oleh khalayak luas. Selalu terdapat pesan tersirat maupun tersurat dalam sebuah foto. Kendali dalam 2 sifat pesan tersebut terletak pada fotografer, dalam artian bagaimana cara penyajian fotografer kepada khalayak? Jika ingin disajikan ke belahan dunia luas, apakah elemen visual yang ada di dalam foto sudah bisa diterima orang-orang di negara lain, yang notabene diwakili oleh seorang editor foto?Jaman ini jaman edan, dimana 300 juta foto di upload di Facebook. Sebuah konsumsi visual yang gila bukan? Berapa foto yang ter upload di internet jika FB sudah menyumbang 300 juta? Sisi baiknya adalah semakin banyak literasi visual dari website-website bermutu yang akan menjadi sumber referensi, motivasi dan inovasi dalam fotografi.
Video (gambar gerak)
Kamera DSLR kita sudah dilengkapi kemampuan merekam dalam format HD adalah sebuah nilai plus dari seorang fotografer. Bisa menghasilkan sebuah video reportase lengkap beserta foto-foto mungkin akan menjadi keharusan di masa mendatang. Bukan hanya video, gambar gerak seperti time lapse juga menarik untuk dikaji sebagai salah satu media penyampai informasi dengan cara yang unik.Tambahan
Apa yang terjadi jika suatu saat anda menerima job, namun setelah di lapangan klien anda memberikan Anda kamera medium format? Padahal anda sudah membawa kamera DSLR full frame? Tidak semua fotografer dapat mengoperasikan semua jenis kamera, dan itu pengalaman yang terjadi saat saya bekerja sebagai asisten salah seorang fotografer di Sydney. Dia tidak bisa menggunakan kamera medium format. Untung saya sudah pernah memakai kamera medium format sebelumnya, meskipun tidak terlalu mahir. Saya pun langsung betulin semua settingnya dan bos saya sudah tinggal jepret saja.Dari cerita ini dapat ditarik pelajaran bahwa pengetahuan akan alat sangat penting untuk seorang fotografer. Tidak perlu memilikinya, saya tahu menu-menu kamera medium format juga dari YouTube.
Kesimpulan
4 skill diatas adalah pembeda Anda dengan yang lain.Tetap semangat
2w_^
- See more at: http://www.infofotografi.com/blog/2013/02/skill-pendukung-fotografer-di-era-modern/#sthash.qGHwnnqq.dpuf
0 comments:
Post a Comment