Monday, 2 March 2015

15 Tips Fotografi Landscape

“Landscape photography is the supreme test of the photographer – and often the supreme disappointment. ” -Ansel Adams
Jenis fotografi ini sebetulnya 90% cuma butuh berada di tempat dan waktu yang tepat.
Itulah makanya motret landscape memang harus sabar dan istiqomah. Sisanya tinggal klik, jadi deh!
Tapi, terkadang banyak sekali hal kecil yang terlupa saat memotret.
Saya akan coba mengingatkan hal-hal tersebut dibawah ini. Silakan disimak sambil ngopi :)

 

 

 

1. Pilih langit atau daratan?

Mari memilih. Mana yang lebih bagus? Langit? atau daratan?
Pilihlah keduanya, ambil setengah daratan dan setengah langit. Maka foto anda akan terkesan datar, mendua, walaupun mungkin saat itu langit menggelora.
Jangan serakah, tonjolkan kekuatan dan biarkan saja kelemahan.
Saat sunset atau sunrise langit memang akan sangat menggoda. Tetapi tetap ingatlah aturan klasik rule of third.
Sebagai rule of thumb, berikan bagian yang ingin ditonjolkan sebanyak 2/3 dari frame.
Tapi, ingatlah aturan ini tidak semerta-merta menjadikan foto anda bagus. Gunakan visi anda sendiri saat memotret. Sudah tahu aturannya? Kalo begitu sekarang waktunya untuk dilanggar :)
Di foto ini saya memilih daratan, eh lautan untuk lebih ditonjolkan hehe.
Saya mundur sedikit, dan mengambil langitnya.
Boleh dong melanggar aturan? Toh langit dan bumi sama bagusnya, dalam artian yang sebenarnya, refleksi. Ini di belakang rumah saya.
Komposisi ‘dead center’. Emang siapa yang ngelarang? :D

2. Cari ‘Titik Fokus’

Bukan, bukan lokasi tempat kita mengarahkan fokus pada lensa.
Focal point adalah perahu putih. Gili Laba, TN Komodo.
Tapi lebih ke titik dimana mata penikmat foto pertama kali akan tertuju, berhenti, baru kemudian menjelajah seisi area foto.
Tidak hanya foto landscape, menurut saya hampir segala jenis foto memerlukan hal ini, jika tidak maka foto di-skip aja deh hehe!
Focal point bukannlah POI ( point of interest ), tapi POI juga bisa menjadi focal point. Justru focal point yang akan menjadi titik awal untuk mengeksplorasi POI.
Focal Point adalah orang yang sedang bergerak. Pantai Sengigi.

4. Jangan lupakan Foreground

Tidak kalah penting dengan background, foreground bisa menjadikan foto kita lebih berdimensi.
Ada sensasi kedalaman dari foto kita jika kita memilih memposisikan foreground dengan benar.
Seringkali foreground menjadi focal point dan POI dari foto landscape kita.
Bahkan, menurut saya foto landscape tanpa foreground itu bagai sayur gak pakai garam!
Foreground bisa berupa apa saja, foto ini foreground berupa bebatuan
Juga bisa pakai ranting….
Hingga rumput juga boleh, apapun bisa menjadi foreground. Tinggal kita jeli melihat dan mengolahnya.
Laptop juga boleh…. *ditimpuk*

5. Gunakan Tripod

Barang yang satu ini memang dilema. Dibawa berat, ditinggal nanti menyesal.
Tapi lebih baik sedikit menambah beban, daripada menyesal pas sampai rumah.
Oh iya, gunakan juga cable release atau self timer bersama mirror lock up agar kamera benar-benar tidak goyang. (tanya mas google kalo gak tahu hehe)
Karena saat kita menekan shutter pun kamera bisa ikut sedikit berguncang.
Malu kalo keliatan muka :3

6. Maksimalkan Depth of Field (DoF)

Foto landscape pada umumnya tajam dari ujung ke ujung.
Maka dari itu seringkali kita menggunakan aperture f/8 kebawah, bahkan seringkali f/22
Pergunakan prinsip hyperfocal distance untuk diafragma optimal yang tergantung kondisi. Agar tidak selalu di posisi minumum, karena pada posisi tersebut hasil foto akan cenderung soft.
Ruang tajam yang lebar

7. Tangkap gerakan alam

Mungkin sebagian orang berfikir foto landscape adalah foto yang tenang, damai, kalem…
Tapi kita bisa menambahkan sedikit “drama” pada foto landscape kita. Dapat berupa ombak di laut, pohon yang tertiup angin, awan yang berjalan, dsb.
Dalam menangkap gerakan seperti ini, dibutuhkan beberapa peralatan pendukung seperti filter ND (neutral density) dan tripod.
Jika kita berhasil menangkapnya, foto landscape kita akan terasa “otherworld” dengan mood yang sangat kuat.
Kalau ada yang bilang, “ah itu kan bukan kayak aslinya”
Lah, memangnya siapa yang lagi motret dokumentasi? :p
Tangkap gerakan ombak. Speed 1 sec.
Tangkap gerakan awan..
Air terjun juga bisa…
Alusss…. :)

8. Bekerja sama dengan cuaca

Pantai Rancabuaya, Garut.
Cuaca tidak dapat kita prediksi. Kita cuma bisa menunggu waktu yang tepat untuk memotret.
Kebanyakan pemula berfikir foto landscape yang bagus adalah pada saat hari yang cerah.
Ini tidak sepenuhnya salah, disini sudah dijelaskan jenis – jenis fotografi landscape. Foto yang diambil saat hari cerah sudah biasa dan biasa dijadikan foto ‘kalender’ atau ‘postcard’.
Jika kita ingin foto landscape yang sedikit berbeda, memotretlah pada saat cuaca yang tidak biasa.
Misalnya saat terjadi badai, mendung, sehabis hujan, langit gelap dengan sedikit sinar matahari, dan kondisi “extrem” lainnya.
Foto anda akan lebih berkarakter, karena kejadian yang anda foto barusan tidak akan terulang lagi… :D

9. Golden hour & Blue Hour

Cahaya dari samping akan menunjukan sebuah dimensi dan tekstur yang kuat untuk sebuah objek.
Dalam fotografi landscape, cahaya dari samping muncul saat pagi hari dan sore hari. Pada waktu ini, warna – warni terlihat sangat bagus dan landscape terlihat sangat hidup.
Setelah golden hour (sore), jangan bereskan kamera dulu. Tunggulah setelah matahari terbenam. Sebelum gelap warna langit akan biru pekat, yang tidak kalah indah.
Blue hour, after sunset.
Golden hour…before sunset

10. Garis dan bentuk

Bermainlah dengan komposisi. Garis dapat menjadi focal point yang sangat kuat karena membantu mata kita menelusuri foto landscape kita.
Garis dapat memberikan kedalaman ruang yang luar biasa, perspective yang berbeda. Temukan garis dalam foto anda dan jadikan itu kekuatan yang hebat!
Leading lines.

13. Shoot in bad light

Terkadang memang kita kurang beruntung. Tapi, cobalah tetap memotret.
Cuaca yang buruk terkadang memberikan mood yang berbeda. Juga foto kita menjadi lain dari yang lain.
Kalau memang kurang bagus warnanya, bisa dicoba dengan hitam-putih.
Cuaca ‘galau’ memberikan mood yang berbeda

11. Ganti perspective

Eksplorasi.
Jangan hanya terpaku pada satu titik. Temukan view yang berbeda, coba view sejajar dengan tanah, atau naik ke atas pohon.
Biarkan imajinasi anda mengalir dan mencari view yang sesuai dengan visualisasi dan imajinasi anda.

12. Ambil detail dari landscape

Landscape tidak hanya wide-angle.
Lensa apa saja bisa untuk motret landscape. Mulai dari fish-eye hingga super telephoto.
Dengan focal length 85mm
Dengan lensa 200mm…
..atau pake fish-eye :) 

13. Gunakan Filter

Filter wajib yang seharusnya dipakai para landscaper adalah Gradual ND dan Polarizer.
Gradual ND untuk mengontrol exposure langit yang terlalu berlebih dibanding daratan. Bentuknya hitam di atas dan transparan dibawah.
Sedangkan Polarizer berguna untuk menghilangkan refleksi cahaya matahari pada benda. Seperti pada bebatuan yang terkena air. Juga bisa membuat langit menjadi lebih biru.
Foto dengan gradual ND (kiri) dan tanpa gradual ND (kanan)
Perhatikan langit yang biru pekat, ini adalah efek circular polarizer (CPL). Hati-hati jika menggunakan di lensa ultrawide seperti di atas. Karena efek CPL hanya ada pada 90 derajat dari matahari. Langitnya menjadi (agak) tidak natural.

 14. Gunakan Teknik HDR (High dynamic range)

Jika penggunaan filter tidak memungkinkan, teknik HDR bisa digunakan.
Caranya adalah mengambil beberapa foto dengan range exposure berbeda, kemudian menggabungkannya.
Bisa dengan manual blending atau menggunakan software seperti photomatix atau photoshop.
Jangan terlalu lebay saat memproses foto HDR. Gunakan agar foto terlihat natural, bukan seperti kartun tiga dimensi.
Contoh foto HDR

15. Mari motret terus!

Kalau sudah membaca semua tips diatas, ayok keluarlah motret landscape. Coba, kapan terakhir kali anda keluar menikmati sunrise/sunset?
Jangan lupa juga latihan motret landscape yah :)
Selanjutnya, ada tips seri kedua disini.
Terima kasih sudah membaca. ( semua foto ©wiranurmansyah.com )
Have a nice light!

Teknik Fotografi Model Outdoor

Teknik fotografi model mencakup dua aspek, yaitu fotografi model outdoor ataukah indoor. Pada pembahasan sebelumnya kita telah mengulas tentang fotografi model indoor. Kali ini kita akan mengulas mengenai fotografi model outdoor. Berbicara soal outdoor, pasti yang harus kita pikirkan adalah lokasinya. Karena fotografi tak lepas dari faktor pencahayaan, tentunya kita juga harus memperhatikan pencahayaan di lokasi yang akan kita gunakan untuk memotret. Yuk, simak lebih dalam lagi dengan membaca secara cermat poin-poin di bawah ini.


1. Tentukan lokasi
Menentukan lokasi adalah langkah pertama yang harus kamu lakukan. dalam fotografi outdoor, lokasi adalah faktor yang sangat menentukan bagus tidaknya foto. Setelah menemukan lokasi, cobalah untuk memotret beberapa kali untuk melihat kualitas cahaya di lokasi tersebut.

2. Bawalah seorang teman untuk menjadi PA (Photo Asisstant)
Memotret outdoor memberi kamu beberapa keuntungan, selain pemandangan yang bagus dalam situasi tertentu kamu dapat menggunakan cahaya alami. Namun ada juga kerugiannya, seperti kamu harus berjalan jauh untuk menemukan spot, angin, dan pencahayaan yang sesuai. membawa seorang PA dapat membantumu membawa peralatan, menahan reflektor, mengarahkan gaya untuk model, sehingga kamu bisa lebih fokus pada pemotretan.

3. Pertimbangan Pencahayaan
Pencahayaan saat memotret outdoor dapat menggunakan flash atau cahaya alami. Keuntungan menggunakan flash adalah untuk menambah estetika dari model yang akan kamu potret. Flash dapat membantu memunculkan dimensi dari lekukan tubuh sang model. Misalkan kamu ingin menonjolkan bentuk tubuh sang model, maka tambahkan flash di belakang model (backlight) agar pinggiran siluet tubuh sang model lebih menonjol. Atau dengan menambahkan soft box atau membias cahaya flash pada saat memotret close up dibagian bawah wajah, kamu dapat menciptakan lighting yang lebih lembut sehingga membuat kulit model terlihat lebih mulus.


teknik foto model pakai flash



Berbeda lagi jika kamu memutuskan menggunakan pencahayaan alami (matahari), Keuntungan yang didapat dengan menggunakan cahaya alami adalah foto yang dihasilkan lebih natural. Saat ini ini banyak sekali klien yang ingin difoto dengan pencahayaan alami. Walaupun ada keterbatasan jika hanya mengutamakan natural light dalam pemotretan, tetapi kamu tetap bisa berkreasi dengan mengandalkan arah jatuhnya matahari.


tanpa flash


Pencahayaan matahari yang bagus bisa di dapat saat pagi atau sore hari. Pagi sekitar pukul 7-10 sedangkan sore antara pukul 3 sampai menjelang tenggelamnya matahari. jangan memotret saat siang hari karena matahari tepat berada di atas. hal ini dapat menimbulkan bayangan pada wajah model dan kontrasnya terlalu tinggi. Oh ya, meskipun kamu menggunakan pencahayaan matahari tetapi reflektor juga sangat berguna.

4. Beri jarak antara kamu dan model.
Tiodak seperti di dalam studio, memberi jarak saat memotret model dapat membantu kamu untuk membuat efek bokeh atau menggunakan lensa panjang untuk mendapatkan panorama yang bagus.

5. Modelmu adalah subjek, lokasi hanya pelengkap
Jangan lantaran kamu memotret outdoor, jadi mengesampingkan model yang justru merupakan subjek fotomu. Di sini maksudnya, jangan boros dengan background dan tetap letakkan fokus pada modelmu.


lokasi hanya pelengkap fokus model


Dari semua tips di atas, ada beberapa hal lagi yang harus kamu persiapkan. Karena kamu memotret outdoor, kamu tidak bisa memprediksi bagaimana cuaca akan berubah. Bawalah  dua set baterai, speedlights, reflektor dan memory card lebih. Selain itu bawa kantong kresek dan karet untuk antisipasi membungkus kameramu jika hari mulai gerimis.

Sekilas Tentang Fotografi Prewedding

Tidak banyak sumber yang menyebutkan dengan jelas tentang sejarah asal muasal fotografi prewedding, sebuah genre fotografi yang mulai dikenal di Indonesia pada awal tahun 2000 an ini. Sebenarnya istilah prewedding sendiri hanya populer di Indonesia. Hal ini dikarenakan tradisi luar sebenarnya justru tidak menaruh perhatian khusus pada adanya momen foto sebelum prosesi pernikahan ini. Adapun untuk luar negeri, khususnya dalam budaya barat hal yang serupa lebih sering disebut engagement photo.
Fotografi prewedding sendiri sebenarnya merupakan perluasan dari fotografi pernikahan.  Hal ini menjadi ceruk bisnis baru yang cukup menjanjikan bagi para fotografer. Karena merupakan bagian dari fotografi pernikahan, maka biasanya foto prewedding dan pernikahan menjadi satu paket yang dipercayakan pada fotografer atau studio foto yang sama. Namun demikian hal tesebut tidaklah menjadi keharusan.
Tujuan foto prewedding
Apapun istilahnya, pada intinya genre fotografi sebelum pernikahan ini umumnya memiliki beberapa tujuan yang hampir sama. Beberapa tujuan foto prewedding tersebut diantaranya adalah:
  1. Mengabadikan momen kebahagiaan menyambut kehidupan baru yang akan segera dijalani oleh kedua calon pengantin. Pernikahan merupakan suatu momen dalam hidup yang diharapkan akan menciptakan kebahagiaan dan dapat mencapai tujuan bersama nantinya. Momen-momen indah ini merupakan simbolisasi akan pengharapan kebahagiaan serupa dimasa-masa kehidupan mendatang yang akan mereka jalani.
  2. Untuk keperluan seputar acara pernikahan. Dalam sebuah prosesi pernikahan, ada berbagai keperluan yang biasanya menggunakan foto kedua mempelai, seperti undangan pernikahan, cetak souvenir, maupun cetak besar sekedar sebagai pajangan dalam gedung atau lokasi tempat dilangsungkanya prosesi pernikahan.
Tema dan konsep foto prewedding
Dalam dunia fotografi profesional, konsep dan tema menjadi perhatian khusus dalam membuat sebuah karya foto, termasuk di dalamnya foto prewedding. Tema dan konsep tersebut sangatlah beragam dan tidak terbatas, tergantung imajinasi sang fotografer ,dan tentu saja anggaran klien. Namun secara umum konsep dan tema yang dipakai lazimnya mengusung suasana keceriaan dan keharmonisan kedua pasangan yang akan melangsungkan pernikahan, walaupun tentu saja ada konsep yang di luar kebiasaan alias out of the box . Hal ini juga bertujuan agar pernikahan yang akan dilangsungkan nantinya akan membawa mereka kepada tujuan hidup berumah tangga yang harmonis dan sesuai yang diharapkan.
Dalam hal tema dan konsep ini hal penunjang yang sangat vital yaitu seperti  wardrobe, make up artist, serta properti foto yang diperlukan. Dengan busana, rias, serta properti yang mendukung, dan tentu saja fotografer berpengalaman maka akan dapat tersaji sebuah karya foto yang indah dan berkesan. Hasil foto yang indah dan berkesan ini tentu saja akan menjadi one life moment yang tak ternilai harganya dikemudian hari ketika masa muda sudah berlalu.
Lokasi
Sebagaimana tema dan konsep foto, maka dalam hal lokasi pun foto prewedding sangatlah tidak terbatas. Ada yang cukup melakukanya di studio indoor dengan berbagai latar yang dinginkan, namun banyak pula yang lebih memilih untuk mengambil tempat-tempat yang cukup terkenal keindahanya untuk keperluan foto mereka. Tempat-tempat tersebut mulai dari taman kota, landmark atau ikon sebuah daerah, tempat wisata, pantai, padang rumput, dan lain sebagainya.
Dalam hal pemilihan lokasi ini, selain disesuaikan dengan tema dan konsep juga tergantung dari keinginan dan tentu saja anggaran yang disanggupi atau dialokasikan oleh klien yang menginginkan untuk difoto. Mulai dari yang beranggaran minim dengan mengambil lokasi yang free of charge alias gratisan, hingga lokasi yang membutuhkan biaya besar yaitu pemotretan dilokasi-lokasi eksotis di luar negeri yang terkenal dengan keindahan tempat wisata atau ikon negara tersebut.
Tarif
Tarif jasa fotografer dalam melakukan foto prewedding merupakan salah satu hal yang menjadi pertimbangan bagi klien untuk memilih menggunakan jasa mereka atau tidak. Tidak ada patokan standar mengenai tarif dalam fotografi pra nikah ini, mulai yang dibawah kisaran 2 juta rupiah  hingga puluhan, dan bahkan ratusan juta rupiah untuk sebuah kontrak kerja foto prewedding. Secara umum, tarif yang diajukan oleh seorang fotografer akan dipengaruhi oleh berbagai hal , diantaranya yaitu konsep dan tema, lokasi, properti foto, serta hal yang pokok yaitu menyangkut kredibilitas dan portfolio seorang fotografer. Semakin bagus kredibilitas dan portfolio seorang fotografer, maka otomatis akan semakin tinggi pula tarif yang diajukan fotografer tersebut.
Demikian sedikit ulasan tentang fotografi prewedding semoga bisa menjadi referensi anda.

29 Kutipan Fotografi dari Henri Cartier-Bresson

Sama seperti musik dan film, ada beragam genre dalam fotografi. Landscape, macro, portrait, wedding, human interest, underwater, pinhole, nude, dan masih banyak lainnya. Nah, gara-gara sering nonton saluran DigitalRev TV, saya jadi tertarik untuk mendalami genre street photography. Sama nude juga tertarik sih, tapi takutnya nanti malah menjerusnya pornografi bukan fotografi. Pfft~

henri cartier bresson

Henri Cartier-Bresson! Jika ngomongin street photography maka nama fotografer satu ini pasti bakal sering didengar. Ya, karena beliau lah yang mengembangkan apa yang kemudian disebut “fotografi jalanan”, yang memadukan elemen-elemen fotojurnalisme, foto-dokumentasi, dan pendekatan artistik lainnya.
22 Agustus. 106 tahun yang lalu, “father of street photography” ini lahir ke dunia, tepatnya di Chanteloup-en-Brie, Seine-et-Marne, Perancis. Dan sebagai penghormatan kepada beliau, maka saya akan membagi beberapa kutipan-kutipannya soal fotografi dengan tambahan hasil jepretannya.
© Henri Cartier-Bresson / Magnum Photos
#1 Your first 10,000 photographs are your worst.
10.000 jepretan foto pertama kita adalah yang terburuk. Jadi teruslah memotret pakai mode burst.

#2 It is an illusion that photos are made with the camera… they are made with the eye, heart and head.
Foto bukan dibuat dengan kamera. Foto itu dibuat dengan mata, hati dan kepala. Tapi tanpa kamera ga bakalan ada foto sih.

#3 To photograph: it is to put on the same line of sight the head, the eye and the heart.
Memfoto itu adalah menyejajarkan antara kepala, mata dan hati. Kameranya juga harus sejajar dengan obyek yang mau kita foto.

#4 A photograph is neither taken or seized by force. It offers itself up. It is the photo that takes you. One must not take photos.
Foto yang akan mendatangi kita. Tapi sama seperti jodoh, kalau ga dicari tetap aja kita jadi jomblo.
#5 Of all the means of expression, photography is the only one that fixes a precise moment in time.
Ya, foto itu media ekspresi untuk mengabadikan suatu momen berharga.
© Henri Cartier-Bresson / Magnum Photos
#6 The picture is good or not from the moment it was caught in the camera.
Baik buruknya sebuah foto tergantung pada momen yang tertangkap kamera. Bukan soal kameranya.
#7 The creative act lasts but a brief moment, a lightning instant of give-and-take, just long enough for you to level the camera and to trap the fleeting prey in your little box.
Percepat proses berpikir kreatif kita, soalnya proses untuk menjepret itu yang lama.
#8 To me, photography is the simultaneous recognition, in a fraction of a second, of the significance of an event.
Dalam sepersekian detik, suatu peristiwa penting bisa terjadi. Jadi fotografi itu soal kesimultanan.
#9 Photography is, for me, a spontaneous impulse coming from an ever attentive eye which captures the moment and its eternity.
Fotografi adalah dorongan spontan mata untuk mengabadikan suatu momen.
#10 Your eye must see a composition or an expression that life itself offers you, and you must know with intuition when to click the camera.
Mata kita harus bisa melihat komposisi maupun ekspresi, dan percaya pada intuisi ketika menjepret.
© Henri Cartier-Bresson / Magnum Photos
 #11 For me, the camera is a sketch book, an instrument of intuition and spontaneity.
Kamera adalah buku gambar, dan perkakasnya adalah intuisi serta spontanitas.
#12 Above all, I craved to seize the whole essence, in the confines of one single photograph, of some situation that was in the process of unrolling itself before my eyes.
Satu foto harus bisa mendeskripsikan seluruh esensi dari momen yang kita tangkap.
#13 Memory is very important, the memory of each photo taken, flowing at the same speed as the event. During the work, you have to be sure that you haven’t left any holes, that you’ve captured everything, because afterwards it will be too late.
Jepret ini itu sebelum terlambat.
#14 Photographers deal in things which are continually vanishing and when they have vanished there is no contrivance on earth which can make them come back again.
Penyesalan selalu datang di akhir.
© Henri Cartier-Bresson / Magnum Photos
#15 This recognition, in real life, of a rhythm of surfaces, lines, and values is for me the essence of photography; composition should be a constant of preoccupation, being a simultaneous coalition – an organic coordination of visual elements.
Komposisi. Elemen penting dari fotografi.
#16 Reality offers us such wealth that we must cut some of it out on the spot, simplify. The question is, do we always cut out what we should?
Realitas menawarkan kita sesuatu yang banyak, dan tugas kita lah memotong dan menyederhanakan dalam sebuah foto.
#17 While we’re working, we must be conscious of what we’re doing.
Kalau lagi kerja, jangan sambil mabuk.
#18 We must avoid however, snapping away, shooting quickly and without thought, overloading ourselves with unnecessary images that clutter our memory and diminish the clarity of the whole.
Jangan asal jepret!
© Henri Cartier-Bresson / Magnum Photos
#19 A photographer must always work with the greatest respect for his subject and in terms of his own point of view.
Jadi fotografer itu jangan songong.
#20 In photography, the smallest thing can be a great subject. The little, human detail can become a Leitmotiv.
Dalam fotografi, hal terkecil bisa jadi subyek yang besar.
#21 The most difficult thing for me is a portrait. You have to try and put your camera between the skin of a person and his shirt.
Yang paling sulit itu fotografi portrait. Kamu harus berusaha meletakan kameramu antara kulit subyek fotomu dan pakaiannya.
#22 As time passes by and you look at portraits, the people come back to you like a silent echo. A photograph is a vestige of a face, a face in transit. Photography has something to do with death. It’s a trace.
Jangan foto portrait kalau ga mau si subyek menghantui kita.
© Henri Cartier-Bresson / Magnum Photos
#23 As far as I am concerned, taking photographs is a means of understanding which cannot be separated from other means of visual expression. It is a way of shouting, of freeing oneself, not of proving or asserting one’s own originality. It is a way of life.
Fotografi bukan soal gaya-gayaan semata, tapi ini jalan hidup.
#24 Thinking should be done before and after, not during photographing.
Berpikir harus dilakukan sebelum dan sesudahnya, bukan saat menjepret.
#25 Photography is an immediate reaction, drawing is a meditation.
Fotografi adalah reaksi langsung, menggambar adalah meditasi.
© Henri Cartier-Bresson / Magnum Photos
#26 The intensive use of photographs by mass media lays ever fresh responsibilities upon the photographer. We have to acknowledge the existence of a chasm between the economic needs of our consumer society and the requirements of those who bear witness to this epoch. This affects us all, particularly the younger generations of photographers. We must take greater care than ever not to allow ourselves to be separated from the real world and from humanity.
Jangan asal jepret demi uang semata.
#27 I believe that, through the act of living, the discovery of oneself is made concurrently with the discovery of the world around us.
Dengan menjelajahi satu orang kita bisa menjelajahi seluruh dunia.
#28 You just have to live and life will give you pictures.
Kamu hanya harus hidup, dan kehidupan akan memberimu gambar.
#29 Of course it’s all luck.
Semuanya hanya tentang keberuntungan.
© Henri Cartier-Bresson / Magnum Photos

HCB merupakan pengguna Leica, sehingga biasanya streetog menjadikan ‘Lamborghini-nya kamera’ ini sebagai barang keramat untuk melakukan fotografi jalanan. Tapi untuk mengabadikan jalanan ga perlu punya kamera rangefinder super mahal ini, karena kamera terbaik ya kamera yang sedang kita pegang saat di jalan.

Skill pendukung fotografer di era modern

Kata orang bijak, kalau mau memperbaiki diri buatlah rencana dan…beraksi. Begitu pula dalam fotografi. Jika FK-wan ingin memperbaiki kualitas fotografi Anda, ada beberapa hal yang harus/bisa dilakukan.

Foto oleh Bastian AS/Fotokita.net

1. Pelajari dengan baik fungsi dan fitur kamera FK-wan
Berapa banyak dari kita yang membaca buku manual kamera? Sedikit sekali. Apa pun kamera Anda, sebaiknya baca secara tuntas semua fungsi, dan bagaimana cara menggunakannya untuk mendapatkan hasil terbaik. Tidak masalah apakah kamera DSLR, kamera saku, atau kamera ponsel, pemahaman akan cara kerjanya dan apa yang bisa FK-wan lakukan dengan kamera dapat membantu Anda menggunakannya dengan efektif.

Jika Anda tidak punya banyak waktu untuk membaca buku manual secara tuntas, coba cari hal-hal yang baru bagi Anda. Bisa juga via website atau blog. Siapa tahu ada yang sudah mereview kamera Anda. Lakukan pencarian dengan Google, mungkin ada hal-hal menarik yang diulas di sana, yang tidak ada dalam buku manual.
2. Baca tutorial setiap hari
Buatlah komitmen untuk meluangkan waktu membaca (dan mempraktikkan) tutorial setiap hari. Ada ratusan, bahkan ribuan, blog fotografi yang menulis panduan dan tutorial yang akan mengajari Anda hal-hal baru.

3. Memotret still life di rumah
Seorang fotografer top pernah berkata, “kalau ingin mendapatkan foto bagus, cobalah keluar rumah.” Kata-kata itu ada benarnya. Tapi untuk mengasah skill-skill dasar, cobalah dulu membuat sesi still life…di dalam rumah atau kamar FK-wan sendiri. FK-wan bisa memotret benda-benda seperti bunga, makanan, perhiasan, mainan, atau apa pun. Praktikkan teknik-teknik seperti komposisi dan pencahayaan. Selain menghemat biaya perjalanan, cara ini juga menghemat waktu.

4. Lakukan photowalk di kota Anda
Jika ada kesempatan untuk berjalan-jalan di sekitar rumah atau kota tempat tinggal Anda, lakukanlah. FK-wan mungkin sudah ribuan kali melewati suatu tempat tertentu dan tidak pernah berpikir untuk menjadikannya subjek foto. Ini salah satu cara melatih kepekaan. Bakal banyak sekali peluang atau kemungkinan yang bisa difoto dalam lingkup kota. (Baca juga kiat memotret kota.)

5. Keluar pada pagi dan sore hari
Jika ada hal yang patut diburu oleh seorang fotografer, itulah golden hours. Pagi hari, waktu dengan cahaya masih lembut adalah pukul 5.30-8.00. Sedangkan pada sore hari sekitar pukul 16.00-18.30. Jika FK-wan seorang pekerja kantoran, golden hours bisa dimanfaatkan untuk memotret kondisi lalu lintas di pagi hari, atau suasana di terminal atau titik-titik arus manusia lainnya untuk mendapatkan nuansa street photography.

6. Belajar bersabar
Terutama jika berurusan dengan fotografi lanskap atau travel. FK-wan perlu menunggu untuk mendapatkan cuaca yang baik, atau posisi spesifik matahari. Jika saja kesabaran ini dilatih terus, kemungkinan untuk mendapatkan hasil yang bagus semakin besar.

7. Temukan perspektif yang unik
Kadangkala, foto yang menarik datang dari perspektif yang menarik. Subjek yang klise bahkan bisa dibuat menarik dengan angle yang unik dan kreatif. Cobalah memotret dengan ground level (atau frog eye) ketimbang eye level, gunakan tangga untuk mendapat sudut yang ekstrem, dan banyak cara lainnya. Pelajari juga beragam angle yang mungkin dilakukan.

8. Mulai gunakan tripod
Kegunaan tripod bukan hanya untuk menjaga kamera tetap “steady” sehingga menghasilkan foto yang tajam, melainkan ada keuntungan tersembunyi lain. Dengan menggunakan tripod, Anda “dipaksa” untuk bekerja dengan lebih hati-hati. Anda akan membutuhkan waktu untuk mendapatkan komposisi yang benar, dan bakal berpikir lebih banyak. Dengan tripod, Anda juga bisa bereksperimen dengan teknik long exposure. Beberapa tripod memang mahal, tapi untuk belajar tidak perlu beli yang terlalu canggih.

9. Langgar kebiasaan-kebiasaan Anda
Kebanyakan dari kita memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu dalam memotret: subjek yang biasa kita ambil, waktu yang kita pilih, lokasi, komposisi, sampai alur kerja pascaproduksi. Cobalah sesekali melanggar kebiasaan itu agar Anda mengenal hal baru dan mencoba hal baru. Jangan-jangan hal baru justru memperbaiki kelemahan Anda. Misal, jika Anda selalu memotret saat pagi hari, cobalah sore hari. Jangan-jangan Anda justru lebih “akrab” dengan cahaya jingga.

10. Minta masukan/kritik
Kunci untuk memperbaiki diri adalah mendapatkan masukan dari orang lain. Anda bisa melakukannya dengan menanyakan pendapat teman dan keluarga, apa yang mereka suka/tidak suka dari foto Anda. Saat ini, banyak pula medium untuk mendapatkan feedback dari orang, salah satunya ya lewat Fotokita.net ini.

Tambahan: 11. memotret, memotret, dan terus memotret
Anda tidak akan pernah bisa memperbaiki diri jika malas memotret. Jadi, sering-seringlah memotret.

(Sumber: Picturecorrect.com, diolah)
Salah seorang mentor saya pernah mengatakan bahwa saat ini fotografi sudah menjadi milik publik. Hal ini merujuk kepada kepemilikan alat. Pada era fotografi film, hanya segelintir orang yang memiliki kamera karena saat itu fotografi dinilai sangat mahal, baik alat maupun proses cuci cetak (termasuk harga roll film). Sekarang banyak kalangan yang bisa menikmati fotografi dari berbagai gadget, baik DSLR maupun jenis kamera pocket/compact.

Profesi fotografer pun sekarang sepertinya menjadi predikat semua orang yang memegang kamera. Tuntutan fotografer di era modern ini jauh lebih kompleks karena kita hidup di era teknologi. Sebagai fotografer yang rajin menabung untuk masa depan, kita harus belajar bidang lain yang berkaitan dengan fotografi. Salah satunya adalah multimedia. Mari kita kupas mengapa multimedia penting bagi fotografer.
Seperti biasa, mengerti arti kata multimedia sangat penting. Multimedia itu bisa jadi sebuah produk yang berasal dari banyak media. Menurut BBC, multi media adalah suatu kombinasi dari komponen text, audio, visual serta video (gambar gerak). Sudah jelas bahwa fotografi masuk dalam komponen visual. Dari segi produk, fotografi sendiri sudah bisa berdiri sendiri dengan output berupa foto.
Saya lebih tertarik untuk menarik keluar 4 komponen dari arti multimedia, yaitu text, audio, visual serta video, karena mereka itulah media bisa dimaksimalkan (baik terpisah ataupun serempak) untuk menyampaikan pesan khalayak luas.
Fotografer sebagai produsen visual harus menyadari bahwa hidup di era digital harus selalu mengasah kemampuan non fotografis untuk bisa bersaing dengan fotografer di seluruh dunia. Untuk itu seorang fotografer harus menguasai 4 komponen tersebut, dan tidak mudah untuk mempelajari semua elemen tersebut. Pengalaman bisa menjadi guru yang baik. Mencoba dan melakukan kesalahan bisa menjadi pelajaran. Disiplin bisa menjadi cara ampuh untuk menguasai 4 elemen tersebut.

Text

Fotografer jurnalis memang sudah akrab dengan text, karena dalam setiap foto tunggal harus menulis caption, ataupun harus menulis naskah pendek untuk melengkapi foto essay/story. Mulai dari menulis caption, bisa dikembangkan menjadi sebuah cerita pendek. Dari sebuah cerita pendek, bisa diubah menjadi sebuah tulisan reportase. Dari sebuah tulisan reportase, bisa diubah menjadi tulisan opini. Dasar menulis sudah mengakar di seorang fotografer, dan itu yang harus dikembangkan. Bukankah menyenangkan mengembangkan potensi untuk mendukung kegiatan fotografi kita?
Lalu kemanakah text-text yang sudah dibuat itu muncul? Paling simpel dan memungkinkan adalah di BLOG. Menghadirkan tulisan-tulisan di tengah-tengah kesibukan menjadi seorang jurnalis memang sangat sulit. Namun sekali lagi, tidak ada salahnya dicoba. Banyak foto jurnalis di dunia ini menyempatkan waktunya untuk mengisi blog sebagai rumah pribadi untuk tulisan-tulisan personal mereka. Anda mengenal John Stanmeyer? Simak blognya disini. Dia menuliskan banyak pengalamannya saat liputan di belahan dunia dan banyak hal yang bisa kita petik pelajaran dari blognya John Stanmeyer yang dimulai tahun 2011 ini.

Audio

Sewaktu bekerja dengan John Stanmeyer, saya pertama kali mengetahui bahwa dia selalu merekam apa yang terjadi saat dia motret. Hal tersebut populer dengan sebutan field recording. Apa tujuan dari field recording tersebut? Menurut saya melihat slide show dengan musik tertentu itu sangat mengasyikkan, namun ada satu hal yang mengganjal. Copyright lagu adalah tembok utama ketika kita ingin upload slide show foto kita di internet. Salah satu cara yang paling unik adalah dengan menghadirkan field recording sebagai pengganti music pada slide show foto.
Berarti seorang fotografer harus belajar mengedit audio dalam software tertentu. Terus terang, saya belum pernah belajar secara spesifik tentang audio dan recording. Mencari tahu di Google adalah jalan tengahnya, selalu ada cara untuk mengembangkan diri.

Visual

Sebuah elemen dasar dari seorang fotografer adalah visual. Fotografer harus sadar, paham dan mengerti bahwasanya foto yang dihasilkannya adalah sebuah bahasa visual yang seharusnya mudah dipahami oleh khalayak luas. Selalu terdapat pesan tersirat maupun tersurat dalam sebuah foto. Kendali dalam 2 sifat pesan tersebut terletak pada fotografer, dalam artian bagaimana cara penyajian fotografer kepada khalayak? Jika ingin disajikan ke belahan dunia luas, apakah elemen visual yang ada di dalam foto sudah bisa diterima orang-orang di negara lain, yang notabene diwakili oleh seorang editor foto?
Jaman ini jaman edan, dimana 300 juta foto di upload di Facebook. Sebuah konsumsi visual yang gila bukan? Berapa foto yang ter upload di internet jika FB sudah menyumbang 300 juta? Sisi baiknya adalah semakin banyak literasi visual dari website-website bermutu yang akan menjadi sumber referensi, motivasi dan inovasi dalam fotografi.

Video (gambar gerak)

Kamera DSLR kita sudah dilengkapi kemampuan merekam dalam format HD adalah sebuah nilai plus dari seorang fotografer. Bisa menghasilkan sebuah video reportase lengkap beserta foto-foto mungkin akan menjadi keharusan di masa mendatang. Bukan hanya video, gambar gerak seperti time lapse juga menarik untuk dikaji sebagai salah satu media penyampai informasi dengan cara yang unik.

Tambahan

Apa yang terjadi jika suatu saat anda menerima job, namun setelah di lapangan klien anda memberikan Anda kamera medium format? Padahal anda sudah membawa kamera DSLR full frame? Tidak semua fotografer dapat mengoperasikan semua jenis kamera, dan itu pengalaman yang terjadi saat saya bekerja sebagai asisten salah seorang fotografer di Sydney. Dia tidak bisa menggunakan kamera medium format. Untung saya sudah pernah memakai kamera medium format sebelumnya, meskipun tidak terlalu mahir. Saya pun langsung betulin semua settingnya dan bos saya sudah tinggal jepret saja.
Dari cerita ini dapat ditarik pelajaran bahwa pengetahuan akan alat sangat penting untuk seorang fotografer. Tidak perlu memilikinya, saya tahu menu-menu kamera medium format juga dari YouTube.

Kesimpulan

4 skill diatas adalah pembeda Anda dengan yang lain.
Tetap semangat
2w_^

- See more at: http://www.infofotografi.com/blog/2013/02/skill-pendukung-fotografer-di-era-modern/#sthash.qGHwnnqq.dpuf
Salah seorang mentor saya pernah mengatakan bahwa saat ini fotografi sudah menjadi milik publik. Hal ini merujuk kepada kepemilikan alat. Pada era fotografi film, hanya segelintir orang yang memiliki kamera karena saat itu fotografi dinilai sangat mahal, baik alat maupun proses cuci cetak (termasuk harga roll film). Sekarang banyak kalangan yang bisa menikmati fotografi dari berbagai gadget, baik DSLR maupun jenis kamera pocket/compact.

Profesi fotografer pun sekarang sepertinya menjadi predikat semua orang yang memegang kamera. Tuntutan fotografer di era modern ini jauh lebih kompleks karena kita hidup di era teknologi. Sebagai fotografer yang rajin menabung untuk masa depan, kita harus belajar bidang lain yang berkaitan dengan fotografi. Salah satunya adalah multimedia. Mari kita kupas mengapa multimedia penting bagi fotografer.
Seperti biasa, mengerti arti kata multimedia sangat penting. Multimedia itu bisa jadi sebuah produk yang berasal dari banyak media. Menurut BBC, multi media adalah suatu kombinasi dari komponen text, audio, visual serta video (gambar gerak). Sudah jelas bahwa fotografi masuk dalam komponen visual. Dari segi produk, fotografi sendiri sudah bisa berdiri sendiri dengan output berupa foto.
Saya lebih tertarik untuk menarik keluar 4 komponen dari arti multimedia, yaitu text, audio, visual serta video, karena mereka itulah media bisa dimaksimalkan (baik terpisah ataupun serempak) untuk menyampaikan pesan khalayak luas.
Fotografer sebagai produsen visual harus menyadari bahwa hidup di era digital harus selalu mengasah kemampuan non fotografis untuk bisa bersaing dengan fotografer di seluruh dunia. Untuk itu seorang fotografer harus menguasai 4 komponen tersebut, dan tidak mudah untuk mempelajari semua elemen tersebut. Pengalaman bisa menjadi guru yang baik. Mencoba dan melakukan kesalahan bisa menjadi pelajaran. Disiplin bisa menjadi cara ampuh untuk menguasai 4 elemen tersebut.

Text

Fotografer jurnalis memang sudah akrab dengan text, karena dalam setiap foto tunggal harus menulis caption, ataupun harus menulis naskah pendek untuk melengkapi foto essay/story. Mulai dari menulis caption, bisa dikembangkan menjadi sebuah cerita pendek. Dari sebuah cerita pendek, bisa diubah menjadi sebuah tulisan reportase. Dari sebuah tulisan reportase, bisa diubah menjadi tulisan opini. Dasar menulis sudah mengakar di seorang fotografer, dan itu yang harus dikembangkan. Bukankah menyenangkan mengembangkan potensi untuk mendukung kegiatan fotografi kita?
Lalu kemanakah text-text yang sudah dibuat itu muncul? Paling simpel dan memungkinkan adalah di BLOG. Menghadirkan tulisan-tulisan di tengah-tengah kesibukan menjadi seorang jurnalis memang sangat sulit. Namun sekali lagi, tidak ada salahnya dicoba. Banyak foto jurnalis di dunia ini menyempatkan waktunya untuk mengisi blog sebagai rumah pribadi untuk tulisan-tulisan personal mereka. Anda mengenal John Stanmeyer? Simak blognya disini. Dia menuliskan banyak pengalamannya saat liputan di belahan dunia dan banyak hal yang bisa kita petik pelajaran dari blognya John Stanmeyer yang dimulai tahun 2011 ini.

Audio

Sewaktu bekerja dengan John Stanmeyer, saya pertama kali mengetahui bahwa dia selalu merekam apa yang terjadi saat dia motret. Hal tersebut populer dengan sebutan field recording. Apa tujuan dari field recording tersebut? Menurut saya melihat slide show dengan musik tertentu itu sangat mengasyikkan, namun ada satu hal yang mengganjal. Copyright lagu adalah tembok utama ketika kita ingin upload slide show foto kita di internet. Salah satu cara yang paling unik adalah dengan menghadirkan field recording sebagai pengganti music pada slide show foto.
Berarti seorang fotografer harus belajar mengedit audio dalam software tertentu. Terus terang, saya belum pernah belajar secara spesifik tentang audio dan recording. Mencari tahu di Google adalah jalan tengahnya, selalu ada cara untuk mengembangkan diri.

Visual

Sebuah elemen dasar dari seorang fotografer adalah visual. Fotografer harus sadar, paham dan mengerti bahwasanya foto yang dihasilkannya adalah sebuah bahasa visual yang seharusnya mudah dipahami oleh khalayak luas. Selalu terdapat pesan tersirat maupun tersurat dalam sebuah foto. Kendali dalam 2 sifat pesan tersebut terletak pada fotografer, dalam artian bagaimana cara penyajian fotografer kepada khalayak? Jika ingin disajikan ke belahan dunia luas, apakah elemen visual yang ada di dalam foto sudah bisa diterima orang-orang di negara lain, yang notabene diwakili oleh seorang editor foto?
Jaman ini jaman edan, dimana 300 juta foto di upload di Facebook. Sebuah konsumsi visual yang gila bukan? Berapa foto yang ter upload di internet jika FB sudah menyumbang 300 juta? Sisi baiknya adalah semakin banyak literasi visual dari website-website bermutu yang akan menjadi sumber referensi, motivasi dan inovasi dalam fotografi.

Video (gambar gerak)

Kamera DSLR kita sudah dilengkapi kemampuan merekam dalam format HD adalah sebuah nilai plus dari seorang fotografer. Bisa menghasilkan sebuah video reportase lengkap beserta foto-foto mungkin akan menjadi keharusan di masa mendatang. Bukan hanya video, gambar gerak seperti time lapse juga menarik untuk dikaji sebagai salah satu media penyampai informasi dengan cara yang unik.

Tambahan

Apa yang terjadi jika suatu saat anda menerima job, namun setelah di lapangan klien anda memberikan Anda kamera medium format? Padahal anda sudah membawa kamera DSLR full frame? Tidak semua fotografer dapat mengoperasikan semua jenis kamera, dan itu pengalaman yang terjadi saat saya bekerja sebagai asisten salah seorang fotografer di Sydney. Dia tidak bisa menggunakan kamera medium format. Untung saya sudah pernah memakai kamera medium format sebelumnya, meskipun tidak terlalu mahir. Saya pun langsung betulin semua settingnya dan bos saya sudah tinggal jepret saja.
Dari cerita ini dapat ditarik pelajaran bahwa pengetahuan akan alat sangat penting untuk seorang fotografer. Tidak perlu memilikinya, saya tahu menu-menu kamera medium format juga dari YouTube.

Kesimpulan

4 skill diatas adalah pembeda Anda dengan yang lain.
Tetap semangat
2w_^

- See more at: http://www.infofotografi.com/blog/2013/02/skill-pendukung-fotografer-di-era-modern/#sthash.qGHwnnqq.dpuf
Salah seorang mentor saya pernah mengatakan bahwa saat ini fotografi sudah menjadi milik publik. Hal ini merujuk kepada kepemilikan alat. Pada era fotografi film, hanya segelintir orang yang memiliki kamera karena saat itu fotografi dinilai sangat mahal, baik alat maupun proses cuci cetak (termasuk harga roll film). Sekarang banyak kalangan yang bisa menikmati fotografi dari berbagai gadget, baik DSLR maupun jenis kamera pocket/compact.

Profesi fotografer pun sekarang sepertinya menjadi predikat semua orang yang memegang kamera. Tuntutan fotografer di era modern ini jauh lebih kompleks karena kita hidup di era teknologi. Sebagai fotografer yang rajin menabung untuk masa depan, kita harus belajar bidang lain yang berkaitan dengan fotografi. Salah satunya adalah multimedia. Mari kita kupas mengapa multimedia penting bagi fotografer.
Seperti biasa, mengerti arti kata multimedia sangat penting. Multimedia itu bisa jadi sebuah produk yang berasal dari banyak media. Menurut BBC, multi media adalah suatu kombinasi dari komponen text, audio, visual serta video (gambar gerak). Sudah jelas bahwa fotografi masuk dalam komponen visual. Dari segi produk, fotografi sendiri sudah bisa berdiri sendiri dengan output berupa foto.
Saya lebih tertarik untuk menarik keluar 4 komponen dari arti multimedia, yaitu text, audio, visual serta video, karena mereka itulah media bisa dimaksimalkan (baik terpisah ataupun serempak) untuk menyampaikan pesan khalayak luas.
Fotografer sebagai produsen visual harus menyadari bahwa hidup di era digital harus selalu mengasah kemampuan non fotografis untuk bisa bersaing dengan fotografer di seluruh dunia. Untuk itu seorang fotografer harus menguasai 4 komponen tersebut, dan tidak mudah untuk mempelajari semua elemen tersebut. Pengalaman bisa menjadi guru yang baik. Mencoba dan melakukan kesalahan bisa menjadi pelajaran. Disiplin bisa menjadi cara ampuh untuk menguasai 4 elemen tersebut.

Text

Fotografer jurnalis memang sudah akrab dengan text, karena dalam setiap foto tunggal harus menulis caption, ataupun harus menulis naskah pendek untuk melengkapi foto essay/story. Mulai dari menulis caption, bisa dikembangkan menjadi sebuah cerita pendek. Dari sebuah cerita pendek, bisa diubah menjadi sebuah tulisan reportase. Dari sebuah tulisan reportase, bisa diubah menjadi tulisan opini. Dasar menulis sudah mengakar di seorang fotografer, dan itu yang harus dikembangkan. Bukankah menyenangkan mengembangkan potensi untuk mendukung kegiatan fotografi kita?
Lalu kemanakah text-text yang sudah dibuat itu muncul? Paling simpel dan memungkinkan adalah di BLOG. Menghadirkan tulisan-tulisan di tengah-tengah kesibukan menjadi seorang jurnalis memang sangat sulit. Namun sekali lagi, tidak ada salahnya dicoba. Banyak foto jurnalis di dunia ini menyempatkan waktunya untuk mengisi blog sebagai rumah pribadi untuk tulisan-tulisan personal mereka. Anda mengenal John Stanmeyer? Simak blognya disini. Dia menuliskan banyak pengalamannya saat liputan di belahan dunia dan banyak hal yang bisa kita petik pelajaran dari blognya John Stanmeyer yang dimulai tahun 2011 ini.

Audio

Sewaktu bekerja dengan John Stanmeyer, saya pertama kali mengetahui bahwa dia selalu merekam apa yang terjadi saat dia motret. Hal tersebut populer dengan sebutan field recording. Apa tujuan dari field recording tersebut? Menurut saya melihat slide show dengan musik tertentu itu sangat mengasyikkan, namun ada satu hal yang mengganjal. Copyright lagu adalah tembok utama ketika kita ingin upload slide show foto kita di internet. Salah satu cara yang paling unik adalah dengan menghadirkan field recording sebagai pengganti music pada slide show foto.
Berarti seorang fotografer harus belajar mengedit audio dalam software tertentu. Terus terang, saya belum pernah belajar secara spesifik tentang audio dan recording. Mencari tahu di Google adalah jalan tengahnya, selalu ada cara untuk mengembangkan diri.

Visual

Sebuah elemen dasar dari seorang fotografer adalah visual. Fotografer harus sadar, paham dan mengerti bahwasanya foto yang dihasilkannya adalah sebuah bahasa visual yang seharusnya mudah dipahami oleh khalayak luas. Selalu terdapat pesan tersirat maupun tersurat dalam sebuah foto. Kendali dalam 2 sifat pesan tersebut terletak pada fotografer, dalam artian bagaimana cara penyajian fotografer kepada khalayak? Jika ingin disajikan ke belahan dunia luas, apakah elemen visual yang ada di dalam foto sudah bisa diterima orang-orang di negara lain, yang notabene diwakili oleh seorang editor foto?
Jaman ini jaman edan, dimana 300 juta foto di upload di Facebook. Sebuah konsumsi visual yang gila bukan? Berapa foto yang ter upload di internet jika FB sudah menyumbang 300 juta? Sisi baiknya adalah semakin banyak literasi visual dari website-website bermutu yang akan menjadi sumber referensi, motivasi dan inovasi dalam fotografi.

Video (gambar gerak)

Kamera DSLR kita sudah dilengkapi kemampuan merekam dalam format HD adalah sebuah nilai plus dari seorang fotografer. Bisa menghasilkan sebuah video reportase lengkap beserta foto-foto mungkin akan menjadi keharusan di masa mendatang. Bukan hanya video, gambar gerak seperti time lapse juga menarik untuk dikaji sebagai salah satu media penyampai informasi dengan cara yang unik.

Tambahan

Apa yang terjadi jika suatu saat anda menerima job, namun setelah di lapangan klien anda memberikan Anda kamera medium format? Padahal anda sudah membawa kamera DSLR full frame? Tidak semua fotografer dapat mengoperasikan semua jenis kamera, dan itu pengalaman yang terjadi saat saya bekerja sebagai asisten salah seorang fotografer di Sydney. Dia tidak bisa menggunakan kamera medium format. Untung saya sudah pernah memakai kamera medium format sebelumnya, meskipun tidak terlalu mahir. Saya pun langsung betulin semua settingnya dan bos saya sudah tinggal jepret saja.
Dari cerita ini dapat ditarik pelajaran bahwa pengetahuan akan alat sangat penting untuk seorang fotografer. Tidak perlu memilikinya, saya tahu menu-menu kamera medium format juga dari YouTube.

Kesimpulan

4 skill diatas adalah pembeda Anda dengan yang lain.
Tetap semangat
2w_^

- See more at: http://www.infofotografi.com/blog/2013/02/skill-pendukung-fotografer-di-era-modern/#sthash.qGHwnnqq.dpuf
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com